MAKASSARINVESTIGASI.ID Makassar | Masih banyaknya produk kosmetik racikan yang berbahaya dan beredar dimasyarakat, sangatlah memprihatinkan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat sepertinya dibungkam oleh hukum yang seakan berpihak kepada keuangan yang maha kuasa, dimana diketahui selain BPOM dan Kepolisian, lembaga perlindungan konsumen seperti LPKSM dan YLKI tidak mampu membendung peredaran kosmetik yang mengandung bahan berbahaya.
Berdasarkan hasil penelusuran Makassar Investigasi terdapat 22 Brand Owner yang masih memproduksi dan menjual kosmetik berbahaya seperti : PUTRY Glow, BERLIAN, NRL Glow, AF Glow, R&D Glow, SS Glow, LISA Glow, RYK Glow, RK Glow, PINGKY BEAUTY Glow, SYR Glow, MAXIE Glow, ALIZA Skincare, WG Glow, AJR Glow, LINDA BEAUTY, CITRA INSANI Glow, SW Glow, SB BEAUTY, SARASKIN, dimana diketahui bahwa owner-owner tersebut ada yang memproduksi dan menjual Tiga jenis produk skincare, antara lain :
Kosmetik yang telah bernotifikasi BPOM
Kosmetik yang tidak mempunyai label BPOM
Kosmetik mempunyai label BPOM tapi isi produknya tidak memenuhi syarat BPOM.
Dari ketiga produk tersebut yang paling laku dipasaran adalah point 2 dan point 3 sebab iming-iming tentang produk tersebut sangat ampuh dalam memutihkan kulit yang hanya dalam kurung waktu seminggu kulit sudah glowing tapi mengakibatkan efek ketergantungan, dan yang lebih berbahaya adalah skincare yang mengandung merkuri, sebab berapa persenpun kadar merkuri tetap akan menjadi racun jika sudah digunakan ditubuh.
Para pelaku usaha kosmetik sangat mengetahui efek dari pelanggaran ketentuan produk kosmetik tanpa izin BPOM yang dapat diberikan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, seperti hukuman kurungan atau denda sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang No. 9 tahun 2008 tentang Larangan Pengunaan Bahan Kimia dan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Kementerian Perdagangan No. 23/m-dag/per/9/2011 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya Stb. 1949 Nomor 377, namun peraturan ini tidak pernah memberikan efek jera kepada para owner nakal karena penerapan peraturan tersebut jarang digunakan, malah lebih kepada alasan pembinaan.
Bahwa tindak pidana lainnya yang sering dilakukan oleh para owner kosmetik illegal adalah penipuan terhadap konsumen atas penjulan skincare, hal itu dapat dibuktikan dari beberapa hal antar lain :
Skincare yang beli oleh para owner dari pabrikan sangat murah namun dijual sangat mahal kepada masyarakat melalui sosial media dengan alasan bahwa skincare tersebut adalah racikan luar negeri.
Skincare yang mengandung bahan berbahaya dipromosikan aman dan telah lulus uji laboratorium BPOM namun pada kenyataan mengandung Merkuri, Hidroquinon dan steroid.
Skincare yang dibeli dari pabrikan ada yang sudah kadaluarsa kemudian dicampur dengan skincare yang tidak kadaluarsa lalu dikemas dan diberikan label brand menggunakan singkatan dari nama mereka untuk menghindari pemalsuan produk.
Skincare yang dijual oleh para owner tidak menggunakan label BPOM yang secara otomatis merupakan barang illegal karena tidak terdeteksi peredarannya dan diproduksi secara besar-besaran yang pada kenyataan banyak menelan korban seperti kulit terbakar, kangker kulit, keguguran kandungan dan masih banyak lagi permasalahan yang terjadi akibat penggunaan kosmetik tersebut.
Brand/Merk yang digunakan tidak terdaftar di kementerian Hukum dan HAM sebagai Merk Paten (Hak Kekayaan Intelektual) yang sengaja dilakukan oleh para owner agar tidak terdeteksi oleh Dirjen Pajak guna menghindari pembayaran pajak yang lebih besar.
Sengaja memprovokasi konsumen agar membeli produk yang tidak BPOM karena efek dan kasiatnya sangat cepat sementara yang BPOM mempunyai proses yang sangat lama.
Melakukan janji-janji dan iming-iming reward yang sangat besar terhadap para resellernya agar lebih giat menjual produk tersebut yang pada kenyataannya para owner menipu para resellernya yang jumlahnya bervariasi mulai dari ratusan juta sampai milyaran rupiah.
Modus operandi penipuan para owner adalah para reseller melakukan pembayaran melalui via transfer bank ke rekening Distributor kemudian Distributor mentasfer kerekening Asisten Owner dan dari rekening Asisten Owner mentransfer ke Owner hal itu dimaksudkan agar jika terjadi tuntutan maka yang tertuduh adalah salah satu dari keduanya, sehingga owner sangat sulit untuk ditangkap oleh Aparat Hukum.
Tindak pidana lainnya yang biasa dilakukan oleh para owner skincare illegal adalah perdagangan skincare berbasis pencucian uang dimana hal itu adalah suatu sistem alternative dalam pengiriman uang yang memberikan kesempatan bagi organisasi kejahatan (sindikat Owner skincare abal-abal) untuk mendapatkan, menempatkan dan menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari hasil kejahatan sebagai perdagangan yang sah menurut hukum yang berlaku, dimana perdagangan skincare yang berbasis pencucian uang (trade based money laundering) adalah salah satu tindakan penyamaran harta kekayaan yang berasal dari hasil kejahatan menjadi harta kekayaan yang sah menurut hukum dengan mempergunakan sarana transaksi perdagangan antar provinsi, sehingga ada 2 (dua) unsur yang sangat penting dalam perdagangan yang berbasis pencucian uang (trade based money laundering), yakni unsur pencucian uang (money laundering) dan unsur perdagangan.
Dari hasil investigasi awak media Makassar Investigasi menemukan bahwa bahan yang dipakai oleh Skincare abal-abal adalah Kosmetik yang sudah kadaluarsa dicampur dengan kosmetik yang sudah mengandung hidroquinon, steroid dan merkuri semuanya diracik jadi satu yang nantinya akan dibagi menjadi cream malam, cream siang, handbody dan masih banyak lagi jenis kosmetik lainnya dengan memberikan nama brand sendiri, dipromosikan dan dijual sendiri melalui sosial media.
Penegakan hukum jika hanya dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat tanpa adanya peran aktif lembaga terkait seperti BPOM dan Aparat Penegak Hukum, maka niscaya peredaran kosmetik berbahaya akan berkurang.(ML*)