MAKASSARINVESTIGASI.ID Makassar | Perjalanan berlanjut hingga Palembang, namun bus executive yang dijanjikan naradamping tak kunjung ada untuk menggantikan bus pariwisata yang ada saat ini. Para peserta rombongan mulai melakukan protes, terlebih saat insiden guncangan pada malam harinya membuat 2 orang peserta cedera ringan. Seorang peserta yang duduk di bangku belakang mengalami benjol pada bagian kepala karena terantuk saat bus berguncang, yang seorang lagi mengalami lecet dibagian lutut. Miris, sebab insiden cidera itu tidak dilanjutkan dengan perawatan medis. Maklum, tak ada tenaga kesehatan yang ikut dalam rombongan. Pun tak ada obat-obatan sederhana untuk tindakan ringan.
Kondisi sempit dan tidak nyaman membuat beberapa peserta yang mulai berumur dan wanita mulai merasakan penurunan stamina drastis dan sakit badan. Ibu Mulyani Banteng, salah satu peserta rombongan bahkan mengalami muntah dan batuk saat rombongan berada di Riau. Sekali lagi, kondisi itu tidak menjadi pertimbangan naradamping untuk mengganti kendaraan. Alasannya selalu berubah, mulai dari pertimbangan kekhawatiran tidak adanya bus yang digunakan di Padang nantinya hingga alasan *”ini arahan pak kadis”* menjadi senjata penenang yang tidak mujarab mengobati perasaan anggota rombongan. Pertengkaran menghiasi hampir setiap persinggahan.
Keluhan dari peserta rombongan pun makin beragam. Perkiraan waktu ketibaan yang dipastikan mepet dengan pembukaan PENAS membuat peserta was-was tidak memiliki waktu istirahat setelah staminanya terporsir di jalan. Belum lagi jatah lauk setiap kali makan dibatasi hanya boleh ambil satu saja. Hingga beberapa peserta rombongan yang merasa punya porsi makan lebih banyak dari rata-rata memilih membayar sendiri makanannya. Puncaknya ketika rombongan terpaksa menahan lapar tanpa makan siang dan makan malam hingga tiba di pemondokan dengan alasan mengejar waktu ketibaan. Alhasil, rombongan tiba H -1 dinihari dalam kondisi kelaparan. Penulis sendiri lansung bergerilya mencari warung bersama seorang teman, namun nihil. Semua warung sudah tutup, sehingga dengan terpaksa hanya mengganjal perut dengan sebungkus mi instan dan dua potong bakwang yang sudah alot sisa sore harinya.
Pagi harinya, setelah istirahat sekedar “tidur-tidur ayam”. Meski dalam kondisi masih kelelahan, namun demi kelancaran kegiatan, ketua rombongan dan anggota lainnya sepakat untuk briefing. Mengingat pengetahuan kondisi lapangan dan kegiatan masih minim. Mirisnya, urusan Id Card dan BPJS peserta bahkan belum beres dan harus diurus hari itu juga sebelum memasuki arena kegiatan keesokan harinya (bahkan hingga detik tulisan ini dirilis, BPJS belum selesai).
Tanpa sadar, penulis mulai membandingkan kegiatan nasional yang pernah penulis ikuti sebelumnya. Di mana, akan selalu ada tim pendahulu yang bertugas memahami lapangan, administrasi dan kemungkinan kondisi kegiatan yang akan berlansung. Jika panitia pemberangkatan PENAS XVI memiliki tim pendahulu, semestinya kondisi-kondisi teknis seperti perjalanan bisa diantisipasi atau setidaknya ada rencana antisipasi yang disiapkan. Tutur salah satu peserta.