MAKASSAR INVESTIGASI.ID| Aktivis Mahasiswa Lembaga Pemerhati Pendidikan Sulawesi Selatan kembali menggelar aksi unjuk rasa damai didepan Kejati Sulsel pada 07/08/2025, mereka menuntut transparansi atas proses hukum kasus dana revitalisasi UNM Makassar, para peserta aksi diterima oleh Kasipenkum Kejati Sulsel yang menjelaskan bahwa Kejati Sulsel sampai sekarang belum bisa menetapkan tersangka karena belum menemukan adanya unsur kerugian negara, sebab jika tidak ditemukan unsur kerugian negara maka sulit bagi Kejati Sulsel untuk menetapkan kasus tersebut sebagai kasus tindak pidana korupsi, sehingga untuk menetapkan tersangka masih perlu mempelajari bukti laporan yang telah diserahkan ke Kejati Sulsel serta masih harus menunggu Hasil Audit BPK RI guna mendapatkan kepastian jumlah kerugian negara.
Pernyataan tersebut mendapat kritikan keras dari Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Pemuda Solidaritas Merah Putih Sulawesi Selatan (DPW PSMP SULSEL) Andi Muh. Ichsan Arifin, ST.MH, beliau menegaskan bahwa apa yang dikatakan oleh pihak Kejati Sulsel melalui Kasipenkum adalah salah satu bentuk pembangkangan terhadap Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, serta upaya untuk menghilangkan substansi hukum atas tindak pidana korupsi yang terjadi di UNM Makassar.
Ichsan mengatakan, sangat jelas retorika Kasipenkum Kejati Sulsel adalah salah satu upaya untuk menggiring opini publik agar masyarakat berpikir bahwa tidak ada kasus korupsi di UNM Makassar, kisruh yang selama ini terjadi hanya karena adanya misscommunication atas apa yang terjadi di UNM Makassar, pernyataan itu juga merupakan isyarat terselubung dalam upaya menghapuskan dugaan telah terjadi tindak pidana Korupsi pada proyek revitalisasi UNM Makassar.
Pernyataan Kasipenkum Kejati Sulsel begitu mencederai perjuangan para aktivis anti korupsi Sulawesi Selatan yang selama ini berjuang untuk memberantas korupsi, hal itu akan menimbulkan multi tafsir dikalangan masyarakat yang pada akhirnya akan berbalik menyerang Kejati Sulsel dengan pertanyaan yang menyudutkan, ada apa dengan Kejati Sulsel, apakah sudah masuk angin, apakah Kejati Sulsel tidak mempunyai keberanian dalam menegakkan supremasi hukum atau mungkin ada tekanan yang besar yang alami Kejati Sulsel selama melakukan proses penyidikan dan penyelidikan.
Perlu kita ketahui bahwa tindak pidana korupsi tidak hanya sebatas kerugian keuangan Negara saja, meskipun kerugian negara adalah salah satu aspek penting, namun sebelum kerugian negara itu terjadi, maka terlebih dahulu akan ada “NIAT” yang melahirkan adanya perbuatan penyalahgunaan wewenang, Kolusi dan Nepotisme, hal itulah yang menjadi cikal bakal terjadinya korupsi, sehingga jika niat korupsi itu terlaksana maka akan mempunyai dampak yang luas dan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, jadi rentetan perbuatan tindak pidana korupsi didahului dengan adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang untuk memuluskan niat dalam melakukan perbuatan korupsi.
Ichsan lanjut menjelaskan, mengapa korupsi bukan hanya tentang kerugian Negara saja sebab korupsi dapat kita rasakan pada berbagai aspek kehidupan, salah satu contoh kecil Korupsi yang tidak ditemukan kerugian negaranya adalah institusi jasa pendidikan yang melakukan pungli, jika dicari unsur kerugian negaranya sudah pasti tidak ditemukan, karena kerugian tersebut dialami oleh para pengguna jasa pendidikan, tetapi dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Pungli adalah bagian dari Tindak Pidana Korupsi, contoh lainnya adalah lelang proyek, dimana hal tersebut sangat sarat dengan kolusi dan nepotisme, untuk memenangkan pihak penyedia tertentu maka penyedia tersebut wajib memberikan uang pelicin, jika dicari unsur kerugian negaranya sudah pasti sulit karena uang yang dipakai untuk memberikan gratifikasi adalah uang dari kantong penyedia tersebut.
Olehnya jika Kejati Sulsel beralasan belum menemukan adanya unsur tindak pidana korupsi pada Kasus Dana Revitalisasi UNM Makassar maka kami berpendapat patut diduga ada sesuatu dan lain hal yang merasuki Kejati Sulsel, sebab sudah sangat jelas telah terjadi penyalahgunaan wewenang dalam Kasus Proyek Revitalisasi UNM Makassar yang dilakukan oleh oknum Pejabat UNM Makassar dengan menempatkan PPK yang tidak mempunyai sertifikat kompetensi yang sesuai dalam mengelola anggaran proyek puluhan milyar rupiah, dimana kita ketahui bersama bahwa tindak pidana penyalahgunaan wewenang masuk dalam kategori tindak pidana korupsi.
Seharusnya Kejati Sulsel memandang kasus Korupsi yang dilakukan oleh Pihak UNM Makassar merupakan Korupsi yang terselubung, jika tidak ditindak secara hukum maka dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga penegak hukum, selain itu korupsi yang ada di UNM Makassar dapat memperburuk kesenjangan pendidikan dan memperlambat pembangunan infrastruktur pendidikan.
Bahwa Korupsi yang terjadi di UNM Makassar dapat merusak sistem penindakan hukum dengan melemahkan supremasi hukum dan merusak legitimasi pemerintah, oleh karena itu, penanganan korupsi di UNM Makassar tidak hanya memerlukan upaya untuk memulihkan kerugian keuangan negara, tetapi juga memerlukan upaya komprehensif untuk mengatasi dampak buruk yang ditimbulkan.
Olehnya upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi harus dilakukan secara serius dan terpadu dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, sehingga pengembalian kerugian negara atas kasus korupsi bukanlah satu-satunya hal terpenting yang harus dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum, namun penindakan dengan memenjarakan para Koruptor juga merupakan hal yang sangat penting sebab akan memberikan efek jera terhadap para calon pelaku korupsi lainnya.
Ichsan melanjutkan bahwa menurut pendapat hukum kami, Korupsi yang diduga terjadi di UNM Makassar merupakan suatu kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran dan tidak bermoral, dimana penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara dilakukan untuk keuntungan pribadi atau orang lain, dengan melakukan penyuapan, manipulasi, dan perbuatan lainnya yang masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara, serta merugikan pendidikan dan kepentingan umum.
Olehnya kami menekankan kepada Kejati Sulsel untuk tidak terlalu banyak menggunakan retorika untuk menutupi sesuatu yang sebenarnya semua masyarakat sudah tahu, karena jika pihak Kejati hanya berpatokan pada kerugian negara dengan maksud dan tujuan untuk mengembalikan sebahagian uang korupsi, maka hal itu mencerminkan bahwa Kejati Sulsel tidak sepenuhnya melakukan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara utuh dan berupaya berlindung pada alasan Penyelamatan dan pengembalian kerugian negara.
Bahwa perlu kita ketahui Tindak Pidana Korupsi yang diatur di dalam 13 pasal di UU 31/1999 dan perubahannya yang kemudian merumuskan menjadi 30 jenis-jenis tindak pidana korupsi, dimana ketiga puluh jenis tersebut disederhanakan ke dalam 7 jenis tindak pidana korupsi, yaitu korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dan penyalahgunaan wewenang dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Jika Kejati Sulsel hanya berkutat pada kerugian negara saja, maka patut diduga para koruptor yang ada di Kampus UNM Makassar akan lepas bebas tanpa bisa tersentuh hukum, olehnya kami perlu mengingatkan kepada Kejati Sulsel, jika Kasus Mega Korupsi UNM Makassar tidak sampai pada proses penuntutan, maka patut diduga ada kebusukan yang terjadi pada penyelesaian proses hukum Kasus Dugaan Korupsi Dana Revitalisasi UNM Makassar, yang sudah dapat dipastikan akan berujung pada penghentian penyidikan dan penyelidikan dengan alasan kurang cukup bukti untuk dilanjutkan.
Jika hal itu terjadi maka dengan sangat menyesal kami beserta 15 LSM Anti Korupsi akan melakukan upaya hukum yang lebih tinggi, guna membongkar persekongkolan dan pemufakatan jahat yang terjadi dalam mengamankan para calon tersangka dan aktor intelektualnya dalam kasus mega korupsi Dana Revitalisasi UNM Makassar, dan kami tidak akan pernah berhenti menyuarakan aspirasi dengan aksi turun kejalan sampai tertangkapnya para koruptor yang ada di Kampus UNM Makassar. Tegas Ichsan.(ML*)






