MAKASSARINVESTIGASI.ID Makassar | Pelayanan Kesehatan yang diduga Tidak Sesuai Ketentuan pada RSUD Batara Guru pada TA 2022 dan TA 2023, dimana berdasarkan keterangan Sekretaris Jenderal Forum Merah Putih Indonesia yang datang kekantor redaksi Makassar Investigasi pada tanggal 19 Juni 2025 mengatakan bahwa berdasarkan hasil penelusuran tim investigasi kami menemukan adanya pengenaan tarif retribusi pelayanan kesehatan pada RSUD Batara Guru, terdapat enam jenis tindakan/pelayanan pada RSUD Batara Guru yang tidak memiliki dasar penagihan dimana Pengenaan tarif untuk setiap jenis tindakan/pelayanan pada RSUD Batara Guru diduga merupakan perbuatan pungli, sehingga seluruh jenis tindakan/pelayanan yang ada di RSUD Batara Guru beserta tarifnya diinput dalam aplikasi sebagai acuan yang digunakan oleh petugas unit dalam menuliskan tarif tindakan pada kuitansi pembayaran pasien.
Dari hasil penelusuran lebih lanjut atas seluruh jenis tindakan/pelayanan yang ada ditemukan terdapat enam jenis tindakan/pelayanan yang tidak terdapat pada peraturan bupati maupun SK Direktur RSUD Batara Guru namun tetap ditagihkan kepada pasien dan terdapat tujuh jenis tarif pelayanan kesehatan pada puskesmas yang belum diatur dalam peraturan bupati tentang retribusi jasa umum. Selain itu, terdapat pengenaan tarif yang tidak seragam antar puskesmas, dimana untuk pemeriksaan kolesterol pada Puskesmas Suli mengenakan tarif sebesar Rp35.000,00 kepada pasien, sedangkan pada Puskesmas Larompong, Puskesmas Kamanre, dan Puskesmas Lamasi Timur mengenakan tarif sebesar Rp30.000,00 kepada pasien, untuk pemeriksaan golongan darah pada Puskesmas Larompong, pasien dikenakan tarif sebesar Rp25.000,00, sedangkan pada Puskesmas Ponrang pasien dikenakan tarif sebesar Rp15.000,00, sehingga diduga pengenaan tarif yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan merupakan perbuatan pungli yang mengarah ke tindak pidana korupsi yang dilaksanakan secara terstruktur, sistematis dan massif. Pengenaan tarif tersebut secara otomatis akan membebani masyarakat dengan biaya pelayanan kesehatan yang ditetapkan terlalu tinggi serta membebani keuangan RSUD Batara Guru/puskesmas atas tarif yang ditetapkan terlalu rendah. Bukan hanya itu, berdasarkan hasil investigasi kami atas beberapa permasalahan, kami menduga terdapat kekurangan penerimaan pada RSUD Batara Guru atas pendapatan jasa layanan sebesar Rp117.654.161,00 yang sebabkan antara lain : Diduga terdapat kekurangan penerimaan jasa pelayanan pada Unit Transfusi Darah sebesar Rp76.710.000,00 dimana pada TA 2022 pasien dari RS HS yang melakukan pengambilan darah di RSUD Batara Guru melakukan pembayaran secara tunai ke kasir, sedangkan pada TA 2023 pembayaran dilakukan oleh RS HS melalui mekanisme transfer ke rekening RSUD Batara Guru, namun ditemukan adanya kekurangan penerimaan atas pendapatan pada UTD sebesar Rp76.710.000,00. Diduga terdapat penerimaan sebesar Rp27.300.000,00 yang telah dibayarkan oleh pasien RS HS namun belum disetorkan ke rekening kas RSUD Batara Guru. Diduga terdapat penerimaan pada UTD sebesar Rp49.410.000,00 yang belum dibayarkan oleh RS HS.
Diduga terdapat kekurangan penerimaan atasjasa pelayanankesehatan pada instalasi rawat inap sebesar Rp40.944.161,00 dan telah dibayarkan oleh pasien dengan melakukan pembayaran di kasir namun belum disetor ke rekening RSUD Batara Guru sebesar Rp40.944.161,00. Berdasarkan hal tersebut diatas maka Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu dirugikan atas Kekurangan penerimaan dari jasa pelayanan kesehatan sebesar Rp117.654.161,00 sehingga diduga telah terjadi penyalahgunaan penerimaan retribusi pelayanan, begitu pula dengan belanja Pembayaran TPP Aparatur Sipil Negara (ASN) pada RSUD Batara Guru, diduga Tidak Sesuai Ketentuan dimana Besaran TPP Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tidak sesuai dengan kelas jabatan Hal tersebut dapat dibuktikan dimana pada Tahun Anggaran 2022 diketahui bahwa terdapat 18 orang CPNS menerima TPP yang tidak sesuai dengan kelas jabatan, dimana kelas jabatan merupakan penentuan dan pengelompokan tingkat jabatan berdasarkan nilai suatu jabatan, namun pada kenyataannya tidak dibayarkan sesuai dengan ketentuan peraturan Bupati sehingga atas pembayaran TPP yang tidak sesuai dengan kelas jabatan menimbulkan kerugian daerah sebesar Rp5.338.000,00. Diduga pula terdapat Pembayaran Honorarium dan Insentif Tenaga Kesehatan, Penunjang Medis dan Non medis Tidak Sesuai Ketentuan Berdasarkan hasil perhitungan pembayaran honorarium/insentif sebesar Rp1.415.303.875,00 sehingga hal tersebut mengakibatkan kerugian keuangan RSUD Batara Guru atas pembayaran honorarium/insentif yang tidak sesuai standar harga satuan sebesar Rp1.415.303.875,00 yang kami duga sebagai kerugian Daerah.
Begitu pula dengan dugaan mark up pada pembayaran Perjalanan Dinas untuk Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan, Bimbingan Teknis, Workshop, Sosialisasi dan Seminar Dilaksanakan Tidak Sesuai Ketentuan Kondisi tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran perjalanan dinas sebesar Rp12.345.000,00 serta diduga terdapat mark up atas Pembayaran Transportasi Lokal pada 21 Puskesmas Sebesar Rp142.084.000,00 yang kami duga sebagai kerugian daerah.
Untuk pengadaan Obat diduga terdapat mark up yang menggunakan Mekanisme Antarsarana dan Copy Resep Mengakibatkan Pemborosan Keuangan Minimal Sebesar Rp30.000.646,07 dimana diketahui terdapat pengadaan obat yang dilakukan tidak melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) melainkan melalui apotek-apotek kerja sama.
Pembelian obat pada apotek kerja sama dilakukan melalui mekanisme copy resep dan antarsarana. Bahwa mekanisme pembelian melalui copy resep dilakukan ketika ada permintaan resep pasien khususnya pasien BPJS yang tidak dapat dipenuhi oleh RSUD Batara Guru karena stok obat yang tidak tersedia digudang farmasi, sehingga RSUD akan memberikan copy resep kepada pasien untuk dibawa ke apotek kerja sama.
Apotek kerja sama kemudian mengajukan tagihan atas pengambilan obat yang dilakukan oleh pasien tersebut. Sedangkan mekanisme pembelian obat antarsarana dilakukan untuk memenuhi kekosongan stok obat namun RSUD tidak dapat melakukan pemesanan pada PBFkarena mengalami “lock” olehPBF.Kondisi “lock” adalah kondisi di mana PBF tidak mau melayani pemesanan obat dari rumah sakit karena rumah sakit terlambat melakukan pembayaran atas pemesanan obat sebelumnya. Olenya ditemukan pada pembelian 28 jenis obat dengan melalui mekanisme antarsarana/copy resep ditemukan adanya pemborosan sebesar Rp30.000.646,07 yang timbul akibat harga satuan untuk pembelian obat melalui mekanisme antarsarana/copy resep lebih besar dibanding harga pembelian pada PBF. bahwa hal tersebut diatas merupakan kongkalikong atau persekongkolan terselebung yang melibatkan pihak-pihak yang berkompeten di RSUD Batara Guru guna meraup keuntungan dan memperkaya diri pribadi maupun golongan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif.
bahwa kami dari Forum Merah Putih Indonesia telah melakukan klarifikasi menyangkut permasalahan-permasalahan tersebut, namun sampai saat ini belum ada jawaban baik dari pihak RSUD Batara Guru maupun dari Dinas terkait, Tutup Sekretaris Jenderal FMPI.(ML*)






