MAKASSARINVESTIGASI.ID makassar — Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi suap dan gratifikasi terhadap terdakwa Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah dalam proyek pembangunan infrastruktur kembali digelar di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (15/11/21).
Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sidang tuntutan tersebut, diikuti Nurdin Abdullah secara virtual atau daring.
JPU KPK, Zaenal Abidin saat membacakan tuntutannya mengatakan, terdakwa dijerat
Pasal 12 huruf a UU 31 1999 tentang pemberantasan Tipikor dan pasal 12 B tentang gratifikasi.
“Jadi dua dakwaan yang dibuktikan oleh penuntut umum, yaitu pasal suap dan gratifikasi, ” kata Zaenal Abidin.
Dasarnya untuk menuntut terdakwa selama 6 tahun lanjut Zaenal, yakni dengan menganalisa seluruh fakta persidangan dan menganalisa seluruh barang bukti di persidangan. Kemudian hasil daripada panyitaan aset-aset yang sudah disita dan dirampas untuk negara.
“Kemudian penuntut umum menyimpulkan bahwa sahnya untuk tuntutan dapat dibuktikan dengan pidana badan selama 6 tahun. Selain itu, terdakwa juga dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp3 miliar lebih, ” lanjutnya.
Uang pengganti Rp 3 miliar lebih itu tutur Zaenal, diakumulasikan dari Rp 7 miliar lebih diterima terdakwa ditambah USD 256. Kemudian dikurang aset-aset yang sudah disita. Seperti jetski 2, mesin kapal speedbordnya 2, tanah dan itu dikurangi uang yang sudah disita sebelumnya.
“Kemudian selain itu, kita juga tambahkan hukuman pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun, setelah terdakwa selesai menjalani pidana, ” tuturnya.
Hitungannya itu jelas Zaenal, setelah terdakwa menjalani pidana. Jadi hitungannya itu 5 tahun dicabut hak politiknya baik dalam jabatan apapun. Apalagi Pilkada. Nanti setelah menjalani pidana baru terhitung pencabutan hak politik.
“Jadi tidak hanya memenjarakan pelaku. Tujuannya adalah bagaimana mengembalikan aset recovery, untuk dikembalikan kepada negara. Jadi tidak hanya menghajar orangnya, tapi juga asetnya dan pencabutan hak politiknya, ” tutupnya.